Jumat, 06 Juni 2008

Anekdot Digugurkan - Peran Pemimpin Puncak dalam Perubahan Organisasi
Perubahan organisasi yang memicu perubahan budaya organisasi memang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sudah berbulan-bulan terdengar desas-desus perubahan organisasi besar-besaran di perusahaan itu. Akhirnya hari yang dinantikannya tiba.
“Tiba-tiba saya ingat dulu pidato Pak Harto, ketika beliau mengatakan, ‘suka tidak suka, siap tidak siap kita harus berubah’. Itulah keadaan kita. Berubah sekarang, dan masa depan akan cerah, atau mati…”Begitu terdengar pidato pembukaan dirut perusahaan itu.
Selanjutnya ia menjelaskan betapa kalau ada perubahan organisasi, termasuk perubahan budayai orang-orang di dalamnya, perusahaan akan bangkrut alias mati. Mati? Kalau mati terus aku kerja di mana? Anak istriku mau makan apa? Apa diriku yang sudah uzur ini bisa mencari kerja di tempat lain?Itulah pertanyaan yang bergema di ruang batin para karyawan. Mengapa harus terjadi perubahan organisasi? Membayangkan betapa masa depan yang gelap, pekat, suram, membuat para karyawan bersedih.

Namun setelah terbenam dalam suasana sedih, dirut itu mengatakan, bahwa ada jalan yang bisa ditempuh di depan jika kita semua bekerja keras dan yang penting mau berubah. Ia selanjutkan menjelaskan berbagai langkah perubahan organisasi yang akan ditempuh di masa datang.
Akhirnya, pertemuan usai, karyawan kembali lagi ke tempat kerjanya seperti semula.
Irama pekerjaan berjalan seperti biasa, tidak ada yang berubah. Bahkan seolah pidato yang dramatis itu tidak menyisakan kesan untuk mengubah cara karyawan bekerja.Sementara itu, dirut, sang pemimpin, kembali ke ruang kerjanya yang mewah. Di sofanya yang nyaman ia merebahkan diri, tidak untuk tidur, tapi pikirannya bekerja terus. “Sudah lega dada ini.
Mereka sudah tahu rencanaku. Jika mereka mau mengikuti cara ini, aku yakin perusahaan ini akan selamat, dan mereka tidak akan jadi menggelandang di pinggir jalan.”
Bibirnya menyungging senyum kepuasan. “Ini pentingnya membaca,” ia bergumam lagi. Ditimangnya buku berbahasa Inggris yang mengajarkan perubahan. Di awal tulisan itu, pengarangnya dengan jelas menekankan pentingnya pimpinan puncak mendukung perubahan organisasi. “Aku sudah lakukan sesuai dengan buku itu, besok, aku tinggal lebih banyak lagi menjelaskan perubahan itu. Ah, hari-hari penuh pidato.”Benar saja, ia mengagendakan pertemuan-pertemuan di mana dia akan presentasi tentang perubahan organisasi yang dicanangkan. Bagaikan calon legislatif, ia berpidato ke mana-mana sambil mengunjungi kantor cabangnya di berbagai kota di seluruh Indonesia.

Menurut anda, sudah cukupkah apa yang ia lakukan untuk “mengawal” perubahan organisasi itu? Sebagai pimpinan puncak, ia sudah memberi visi, sudah mencanangkan tujuan yang harus dicapai, dan ia juga sudah mempersiapkan strategi yang ia pandang jitu untuk mencapai tujuan itu. Apalagi, ia juga sudah berpedoman kepada buku “Change” yang begitu banyak dibaca orang. Semestinya, ia tidak akan salah jalan sedikit pun.Pemikiran seperti itu, ternyata juga menghantui banyak para ahli. Mereka sebagian besar sepakat bahwa dengan dukungan pimpinan puncak, perubahan organisasi akan sukses.
Logikanya jelas, jika pimpinan puncak acuh tak acuh, terus bagaimana mungkin ada perubahan organisasi dan perubahan perilaku para karyawannya?

Namun diantara para ahli ada juga yang berpendapat berbeda. Daniel T. Holt dan dua orang temannya dari Air Force Institute of Technology, USA ingin menguji seberapa tepat pendapat seperti itu. Mereka mengamati bahwa kadang terjadi suatu pendapat yang memang rasanya masuk akal, dan pendapat itu langsung diterima sebagai kebenaran. Padahal, pendapat itu dilontarkan tanpa melalui riset yang mendalam. Satu yang mereka anggap hanya sebagai anekdot adalah peran pentingnya pimpinan puncak dalam mensukseskan perubahan.
Adanya faktor yang mendukung perubahan :
Peran pimpinan puncak tidaklah signifikan terhadap perubahan organisasi.

Faktor yang sangat penting mendukung kesuksesan perubahan adalah atasan langsung karyawan. Seberapa hebatnya, seberapa menginspirasinya pidato perubahan, tidak ada artinya jika tanpa didukung oleh seluruh jenjang karyawan. Malah, atasan langsung demikian pentingnya untuk memastikan perubahan sukses.

Mengukur komitmen karyawan, ternyata komitmen karyawan lebih besar kepada atasannya dibanding komitmen kepada organisasi. Ini memberi kita informasi, bahwa masalah hubungan pemimpin - bawahan menjadi sangat penting untuk suksesnya perubahan organisasi.

Ketika kita balik kepada kasus dirut di atas, apa yang ia lakukan sudah pada jalan yang benar. Ia selanjutnya tinggal mengarahkan kepada manajemen level di bawahnya untuk meneruskan agenda perubahan.

Pelatihan itu ternyata hanya mempertinggi persepsi karyawan tentang perubahan yang dicanangkan. Pelatihan itu ternyata masih belum mampu mengubah perilaku. Ini mudah dipahami, jika anda sudah begitu berpengalaman mengikuti pelatihan-pelatihan korporasi. Ketika anda selesai mengikuti pelatihan, seringkali kita bahkan lupa terhadap apa yang telah dilatihkan. Pelatihan akan “melekat” ketika yang dilatihkan bisa langsung diterapkan dalam pekerjaan. Tanpa itu, pelatihan itu hanya berfungsi meningkatkan pengetahuan saja, dan belum mampu mengubah perilaku.

Ada faktor yang penting dari inisiatif perubahan organisasi. Faktor itu adalah kualitas informasi yang disampaikan. Ketika kualitas informasinya tinggi, karyawan akan menyambut perubahan itu. Kasus Enron yang menyuruh karyawannya tetap memegang saham Enron, sementara para direksinya malah menjual saham, dan kemudian perusahaan itu hancur. Ini memberi kita informasi bahwa kualitas informasi yang disampaikan oleh pimpinan puncak tidak akurat dan menyesatkan.
Ketika anda menjadi pemimpin, menyampaikan informasi yang benar adalah penting. Dalam situasi karyawan yang relatif terpelajar seperti sekarang, serta dengan adanya jaman internet, informasi bisa didapat di mana saja. Ketika pimpinan puncak menyampaikan informasi separo-separo, karyawan akan mengetahuinya. Sekali karyawan mengetahui pimpinan menyembunyikan sesuatu, mereka cenderung tidak akan mendukung perubahan itu. Bahkan atasan memiliki peran langsung yang demikian besar, tidak mampu menepis keraguan atas informasi yang tidak akurat. Jadi jika anda ingin melakukan perubahan organisasi anda, jujurlah kepada karyawan. Setelah itu, ajaklah para atasan untuk mendukung anda. Caranya mendukung adalah dengan mereka mengajak para bawahannya untuk mendukung perubahan.
Nama : Dwi Yustina P
NIM : F1B006061

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger